Mengenal ADHD, Penyebab dan Cara Mengatasinya
Murianews
Jumat, 14 Juni 2024 19:16:00
Murianews, Kudus – Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan salah satu gangguan pada anak yang sering ditemui. Gangguan ini ditandai dengan kesulitan fokus dan sikap yang impulsif yang cenderung hiperaktif.
Menurut Tinon Citraning Harisuci, Dosen Psikologi Universitas Muria Kudus (UMK), ADHD bisa muncul karena gaya hidup orang tua sebelum dan saat mengandung si anak.
Contohnya, kebiasaan menggunakan bahan kimia seperti kosmetik, merokok aktif maupun pasif, dan sering beraktifitas berat yang dapat mempengaruhi kesehatan janin.
Anak penderita ADHD memiliki perilaku seperti susah diam dan cenderung berbuat seenaknya. Hal ini juga mempengaruhi kehidupan sosial mereka terutama dalam lingkup pertemanan. Selain itu, penderita ADHD diiringi dengan gangguan komunikasi seperti keterlambatan berbicara.
Meski biasanya didiagnosis pada masa kanak-kanak, namun gejalanya bisa berlanjut hingga dewasa. Penderita ADH tidak dapat disembuhkan namun dapat dikendalikan. Salah satu metode yang di gunakan adalah dengan melalui pendekatan.
”Hal pertama yang saya lakukan ketika menangani kasus ADHD adalah melatih konsentrasi anak terlebih dahulu. Kalau dilihat anak tersebut bisa duduk dan diam selama 5 menit aja itu artinya kita berhasil untuk menarik perhatian mereka. Setelah itu baru menggunakan metode stabilisasi emosi,” ucap Tinon Citra, belum lama ini.
Tinon mengungkapkan, dalam prosesnya, anak ADHD tidak selalu harus diberi sesuatu yang mereka suka, namun juga sesuatu yang membuat mereka tertarik.
Di situlah anak akan merasakan rangsangan emosi baru. Di samping psiko terapi, penderita ADHD juga diselingi dengan terapi wicara, behaviour dan lainnya.
”Meski dulunya anak hiperaktif cenderung dijauhi namun kini masyarakat termasuk orang tua sudah mulai aware terhadap anak spesial dan mental health pada anak. Hal ini disebabkan karena sudah banyak positngan di sosial media yang memuat tentang anak berkebutuhan khusus dan mental health,” kata Tinon.
Tinon berharap, dengan adanya kesadaran tentang ADHD, stigma buruk mengenai gangguan ini semakin berkurang dan orang tua menjadi lebih responsif terhadap kesehatan anak.
Di samping itu, kesabaran, kerja sama, dan pemahaman antara orang tua, guru, dan tenaga medis serta lingkungan adalah kunci utama dalam membantu anak ADHD.
Penulis: Fitria Dwi Astuti (Mahasiswa Magang UMK)
Editor: Zulkifli Fahmi
Murianews, Kudus – Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan salah satu gangguan pada anak yang sering ditemui. Gangguan ini ditandai dengan kesulitan fokus dan sikap yang impulsif yang cenderung hiperaktif.
Menurut Tinon Citraning Harisuci, Dosen Psikologi Universitas Muria Kudus (UMK), ADHD bisa muncul karena gaya hidup orang tua sebelum dan saat mengandung si anak.
Contohnya, kebiasaan menggunakan bahan kimia seperti kosmetik, merokok aktif maupun pasif, dan sering beraktifitas berat yang dapat mempengaruhi kesehatan janin.
Anak penderita ADHD memiliki perilaku seperti susah diam dan cenderung berbuat seenaknya. Hal ini juga mempengaruhi kehidupan sosial mereka terutama dalam lingkup pertemanan. Selain itu, penderita ADHD diiringi dengan gangguan komunikasi seperti keterlambatan berbicara.
Meski biasanya didiagnosis pada masa kanak-kanak, namun gejalanya bisa berlanjut hingga dewasa. Penderita ADH tidak dapat disembuhkan namun dapat dikendalikan. Salah satu metode yang di gunakan adalah dengan melalui pendekatan.
”Hal pertama yang saya lakukan ketika menangani kasus ADHD adalah melatih konsentrasi anak terlebih dahulu. Kalau dilihat anak tersebut bisa duduk dan diam selama 5 menit aja itu artinya kita berhasil untuk menarik perhatian mereka. Setelah itu baru menggunakan metode stabilisasi emosi,” ucap Tinon Citra, belum lama ini.
Tinon mengungkapkan, dalam prosesnya, anak ADHD tidak selalu harus diberi sesuatu yang mereka suka, namun juga sesuatu yang membuat mereka tertarik.
Di situlah anak akan merasakan rangsangan emosi baru. Di samping psiko terapi, penderita ADHD juga diselingi dengan terapi wicara, behaviour dan lainnya.
”Meski dulunya anak hiperaktif cenderung dijauhi namun kini masyarakat termasuk orang tua sudah mulai aware terhadap anak spesial dan mental health pada anak. Hal ini disebabkan karena sudah banyak positngan di sosial media yang memuat tentang anak berkebutuhan khusus dan mental health,” kata Tinon.
Tinon berharap, dengan adanya kesadaran tentang ADHD, stigma buruk mengenai gangguan ini semakin berkurang dan orang tua menjadi lebih responsif terhadap kesehatan anak.
Di samping itu, kesabaran, kerja sama, dan pemahaman antara orang tua, guru, dan tenaga medis serta lingkungan adalah kunci utama dalam membantu anak ADHD.
Penulis: Fitria Dwi Astuti (Mahasiswa Magang UMK)
Editor: Zulkifli Fahmi