
Murianews, Jakarta – Sistem kelas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan resmi dihapus. Itu setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 pada 8 Mei 2024.
Beleid tersebut merupakan perubahan ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Sebagai gantinya, Jokowi menerapkan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Sistem KRIS ini nantinya harus mulai berlaku pada 2025 mendatang. Itu dijelaskan pada Pasal 103B Ayat 1, yakni penerapan fasilitas ruang perawatan berdasarkan KRIS akan mulai berlaku di seluruh Indonesia paling lambat pada 30 Juni 2025.
“Dilaksanakan secara menyeluruh untuk rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan,” seperti dikutip dari salinan Perpres tersebut, Senin (13/5/2024).
Di Perpres yang sama, Jokowi memberikan waktu pada rumah sakit untuk mempersiapkan diri dalam penerapan sistem baru itu. Dengan begitu, sebelum mulai diberlakukan, rumah sakit dibolehkan menyelenggarakan sistem rawat inap berdasarkan KRIS sebagian maupun secara menyeluruh.
”Rumah sakit dapat menyelenggarakan sebagian atau seluruh pelayanan rawat inap berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar sesuai dengan kemampuan rumah sakit,” demikian bunyi beleid tersebut.
Wacana penghapusan sistem kelas BPJS Kesehatan menjadi sistem KRIS sendiri sudah mencuat sejak 2023 lalu. Saat itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut layanan KRIS yang disiapkan akan menjunjung tiinggi kenyamanan seluruh masyarakat.
Melansir dari Antara, Dirut BPJS Kesehatan Prof Ghufron Mukti mengimbau pengelola rumah sakit untuk tidak mengurangi jumlah tempat tidur perawatan dalam upaya pemenuhan kriteria KRIS.
”Pesan saya jangan dikurangi akses dengan mengurangi jumlah tempat tidur. Pertahankan jumlah tempat tidur dan penuhi persyaratannya dengan 12 kriteria,” kata Ghufron Mukti saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (13/5/2024).
Seperti diketahui, jumlah tempat tidur pada ruang pelayanan pasien kelas III BPJS Kesehatan umumnya berjumlah enam hingga 10 tempat tidur per ruangan.
Menurut Ghufron, pengurangan jatah tempat tidur perawatan dapat berimplikasi pada antrean pasien dalam mengakses layanan rawat inap.