Selasa, 20 Mei 2025

Murianews, Jakarta – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengumumkan hingga Sabtu (17/8/2024), terdapat 88 kasus cacar monyet (Mpox) di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 87 pasien telah dinyatakan sembuh.

Informasi ini disampaikan oleh Plh Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes, Yudhi Pramono, dalam keterangannya di Jakarta pada Senin (19/8/2024).

Yudhi menjelaskan dari total 88 kasus cacar monyet, sebanyak 54 di antaranya memenuhi kriteria untuk dilakukan Whole Genome Sequencing (WGS) guna mengidentifikasi varian virusnya.

”Dari 54 kasus yang dianalisis, seluruhnya merupakan varian Clade IIB. Clade II ini sebagian besar menyebar melalui kontak seksual dan memiliki tingkat fatalitas lebih rendah,” ujarnya.

Menurut data Kemenkes, tren mingguan kasus cacar monyet di Indonesia menunjukkan puncaknya pada Oktober 2023. Sebaran kasus terbanyak berada di DKI Jakarta dengan 59 kasus, diikuti oleh Jawa Barat dengan 13 kasus, Banten 9 kasus, Jawa Timur 3 kasus, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) 3 kasus, dan Kepulauan Riau (Kepri) 1 kasus.

Yudhi juga menjelaskan tentang dua Clade virus Mpox, yaitu Clade I dan Clade II. Clade I, yang berasal dari Afrika Tengah (Congo Basin), terbagi menjadi subclade 1a dan 1b, dengan tingkat fatalitas lebih tinggi.

”Subclade 1b, yang mayoritas menular melalui kontak seksual, memiliki CFR (Case Fatality Rate) sebesar 11 persen,” jelasnya.

Sementara itu, Clade II yang berasal dari Afrika Barat terbagi menjadi subclade IIa dan IIb dengan CFR lebih rendah, yaitu sekitar 3,6 persen. Clade II inilah yang menjadi penyebab wabah Mpox di Indonesia sejak 2022, dengan penularan utama melalui kontak seksual.

Mpox menular melalui kontak langsung dengan ruam bernanah di kulit, termasuk saat berhubungan seksual. Yudhi mengingatkan bahwa hubungan seksual antara sesama lelaki memiliki risiko tinggi dalam penularan penyakit ini. Ia juga mengimbau masyarakat untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan jika muncul gejala seperti ruam bernanah atau keropeng pada kulit.

Kemenkes telah mengambil berbagai langkah pencegahan, termasuk surveilans di seluruh fasilitas kesehatan, penyelidikan epidemiologi bersama komunitas dan mitra HIV/AIDS, serta menetapkan 12 laboratorium rujukan secara nasional untuk pemeriksaan Mpox dan WGS.

Dokter dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (Perdoski), Prasetyadi Mawardi menambahkan, hingga saat ini varian Clade I, baik subclade 1a maupun 1b, belum terdeteksi di Indonesia.

”Clade I memang memiliki angka fatalitas lebih tinggi dibandingkan Clade II, dan biasanya ditularkan melalui kontak erat, tidak hanya kontak seksual,” ucapnya.

Prasetyadi mengimbau masyarakat yang terinfeksi Mpox untuk tidak memencet atau menggaruk lesi di kulit, karena lesi tersebut, baik yang masih basah maupun yang sudah mengering, berisiko menularkan virus.

Ia juga menekankan pentingnya tidak berbagi barang pribadi seperti handuk dan pakaian, serta segera memberikan obat jika terdapat luka atau erosif pada kulit.

Komentar

Sehat Terkini

Terpopuler