Selasa, 18 November 2025

Murianews, Kudus – Kebanyakan masyarakat masih sering menyepelekan sakit perut yang dialami. Ternyata, sakit perut bisa menjadi gejala penyakit yang perlu diwaspadai, salah satunya autoimun.

Dokter spesialis penyakit dalam, dr Yovita Mulyakusuma menjelaskan sakit perut yang berulang terjadi atau sering muncul perlu diwaspadai. Bisa jadi kondisi itu merupakan tanda dari penyakit autoimun dan perlu menjalani pemeriksaan mendalam.

Ia mengatakan, ada 100 jenis penyakit autoimun yang sudah diketahui. Ia menyebut, tidak semua penyakit autoimun menyebabkan gangguan pada sistem pencernaan dan menimbulkan nyeri perut.

”Demikian juga sebaliknya, tidak semua nyeri perut diakibatkan oleh penyakit autoimun,” katanya dikutip dari suara.com, Jumat (16/2/2024).

Yovita menjelaskan, autoimun adalah kondisi di mana sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel tubuhnya sendiri, bahkan hingga merusak jaringan yang sehat.

Nah, kerusakan jaringan ini dapat terjadi pada suatu atau beberapa sistem organ, di antaranya sistem pencernaan yang bisa menimbulkan keluhan nyeri perut.

Konsultan Alergi Imunologi Eka Hospital Cibubur itu mengatakan, autoimun sulit untuk disembuhkan. Namun, dengan pengobatan yang tepat dan modifikasi gaya hidup yang sehat dan sesuai dengan kondisinya, proses peradangan dapat diatasi dan diharapkan dapat segera tercapai remisi.

”Pengobatan yang diberikan tergantung dari jenis penyakit, gejala, tingkat keparahan, dan komplikasi yang ada. Pengobatannya dapat berupa pemberian obat untuk mengendalikan sistem imun, obat untuk mengurangi peradangan, obat untuk mengurangi gejala, suplemen, atau tindakan operasi,” ujar Yovita.

Adapun beberapa penyakit autoimun yang dapat menyebabkan gejala nyeri perut di antaranya yakni Inflammatory bowel diseases (IBD) dan penyakit celiac.

IBD merupakan penyakit autoimun yang mengenai sistem pencernaan dan menyebabkan kerusakan atau inflamasi pada usus. IBD terdiri dari penyakit crohn dan ulcerative colitis.

Gajala umum dari penyakit ini yakni, nyeri perut, diare, seringkali disertai darah, perdarahan pada anus, kelelahan, penurunan berat badan, demam dan anemia.

Sementara, penyakit Celiac merupakan sebuah alergi pada makanan yang mengandung gluten seperti roti dan pasta. Alergi yang terjadi yakni mengalami gangguan pencernaan.

Itu terjadi karena pasien dengan penyakit celiac akan terjadi reaksi secara berlebihan ketika tubuh mendapatkan gluten, sebuah protein yang terkandung pada jenis makanan tersebut.

Gejala umum sering didapat di antaranya diare atau konstipasi, mual muntah, perut nyeri, begah dan kembung, kelelahan atau fatigue, penurunan berat badan.

”Ada juga berbagai gejala lain yang tidak berhubungan dengan sistem pencernaan, yaitu: anemia, nyeri sendi, gatal-gatal, sariawan di mulut, sakit kepala, kesemutan, gangguan keseimbangan, infertilitas atau gangguan siklus menstruasi (pada wanita),” ujar dr. Yovita.

Pencegahannya juga dilakukan berdasarkan jenis penyakit autoimun yang diderita. Yovita mengatakan, pasien dengan celiac akan disarankan untuk menghindari makanan yang mengandung gluten, seperti makanan yang terbuat dari gandum, barley dan rhye.

Tak hanya gluten pada makanan, Yovita juga menyarankan pada pasien untuk bertanya pada apoteker apakah suplemen atau vitamin tersebut mengandung gluten atau tidak.

Sementara, untuk pasien IBD seperti crohn’s disease. Pasien akan disarankan untuk menjalani pola makan dengan menghindari makanan yang tinggi serat, gula, dan makanan berlemak.

Selain itu, pemberian obat-obatan oleh dokter bertujuan untuk meredakan peradangan, antibiotik, obat diare dan obat untuk meredakan gejala lainnya, pengganti cairan tubuh. Tapi pada kondisi tertentu, pasien tetap memerlukan tindakan operasi.

”Prosedur operasi ini dilakukan untuk mengangkat saluran pencernaan yang sering mengalami peradangan. Meski tidak menyembuhkan, prosedur ini dapat mengurangi kambuhnya nyeri perut akibat IBD,” pungkas Yovita.

Komentar

Sehat Terkini

Terpopuler